Headline media ternama, “Tiket Pesawat Batal Turun Minggu ini”. Ingin ku misuh alus dalam hati, tapi seketika sadar kalau sedang pura-pura
puasa. Bagaimana tidak, kabar turunnya harga tiket pesawat sudah aku
dan rekan-rekan seperjuangan lain nantikan, para perantau di wilayah
timur Indonesia.
Sebelum berita itu muncul, di jagat per-Twitter-an sempat heboh dengan adanya cuitan dari mbak-mbak cantik yang mungkin menurut saya dolane kadohen—alias mainnya kejauhan. Bagaimana tidak, dengan seenak udelnya beliau, yang maha netizen, membuat kultwit yang menyatakan bahwa #tiketpesawattidakmahal.
Sah-sah saja sih—namanya juga medsos—akun-akunnya sendiri. Bebas lah
mau ngapain saja. Apalagi Twitter, yang katanya tempat yang paling ashoy
untuk sambat. Tapi, tapi…bagaimana yhaa~ Di saat situ sedang membuat
cuitan dengan asyiknya, kami kaum perantau di timur seakan tersakiti
loh. Nah lo. Baper mode on.
Maksud saya, mungkin mbaknya sesekali mainlah ke Jayapura, mainlah ke
Ambon. Nggak usah jauh-jauh deh, ke Gorontalo saja coba. Banyak loh,
destinasi wisata disini yang tidak kalah Instagramable. Mbak sih, main ke Singapura. Itu mah deket, harga tiket pesawat kesana masih lebih murah dari pada ke Ambon, apalagi ke Jayapura.
Jadi ceritanya, dalam beberapa bulan terakhir sejak tragedi Karawang
entah mengapa harga tiket pesawat terus melambung. Sebagai gambaran,
tahun lalu saja rute Surabaya ke Ambon masih dapat lah seribu (satu juta). Sekarang? Minimal diatas duaribu lah—apalagi saat-saat menjelang lebaran seperti ini.
Bukan apa-apa sih, statistik pun berbicara. Menurut BPS, pada bulan
Maret 2019 angkutan udara turut menyumbang angka inflasi nasional
sebesar 0,03 persen. Bahkan Kota Ambon, tempat saya mencari nafkah,
mencatatkan angka inflasi tertinggi sebesar 0,86 persen. Data statistik
yang berbicara loh, bukan hoax, apalagi hoax kardus.
Fakta lain yang tak kalah mencengangkan. Apasih.
Bisa-bisanya harga tiket ke luar negeri lebih murah dari pada ke wilayah
domestik, macam wilayah timur ini. Ya, maklum sih misal kalau mau ke
Singapura dari Jakarta, memang lebih dekat dari pada ke Ambon. Tapi
kalau harga pesawat ke Hongkong lebih murah daripada ke Jayapura, itu
sudah kelewatan. Kalau tidak percaya cek sendiri.
Baiklah,
mungkin pihak maskapai dan para pemangku kebijakan disana punya alasan
lain mengapa harga tiket pesawat terus melambung. Entah alasan biaya
perawatan, alasan biaya bahan bakar, biaya operasional, dan lain-lain.
Demi alasan keamanan, para konsumen patut menyadari itu.
Tapi, ya mbok jangan kebangeten lah naiknya.
Ditambah, cuitan-cuitan yang seolah maha benar sendiri mendukung
mahalnya harga tiket pesawat. Coba tengok dari sudut pandang lain,
mungkin kalau waras akan mikir-mikir deh membuat thread semacam itu.
Bahkan nih ya, sempat ada pejabat negara yang mengusulkan agar
beralih ke transportasi lain. Walah, dari Ambon ke Surabaya bisa naik
bis emang? Kalau yang dimaksud kapal sih oke, nggak apa apa.
Tapi, mudik dengan kapal hanya akan menghabiskan jatah cuti di laut
saja. Ambon-Surabaya 4 hari sekali jalan, belum baliknya. Lebaran di
kapal malahan nanti. Paling realistis ya naik pesawat.
Kabar baiknya sih pemerintah menurunkan tarif batas atas harga tiket hingga 16 persen. Ingat ya, batas atas. Okelah, mari kita syukuri dan semoga konsisten juga dengan turunnya harga tiket pesawat. Meski kebijakan itu kurang ngefek bagi saya sih. Yhaa gimana lagi,
tiket sudah terbeli kemarin-kemarin. Paling tidak sedikit meringankan
sesama konsumen pesawat yang belum memiliki tiket lah. Itupun kalau
memang turun harga tiketnya ya.
Semoga dengan turunnya tarif batas atas tiket pesawat, akan berdampak pada menggeliatnya ulat bulu
pariwisata Indonesia yang konon katanya tengah lesu. Namun di satu
sisi, harapannya industri penerbangan di tanah air juga tetap survive.
Paling tidak pemerintah juga membantu dengan memberikan subsidi,
misalnya. Atau kebijakan lain yang dirasa saling menguntungkan—baik
konsumen maupun pihak penyedia jasa penerbangan.
Terakhir
nih, saat pemerintah sudah mengabulkan keluhan para konsumen pesawat,
berarti salah dong yang beranggapan bahwa #tiketpesawattidakmahal ? Yhaa
enggak juga. Mungkin saya dan rekan-rekan lain yang terlalu baper
menanggapi jagad pertiketan dan per-medsos-an ini.
Artikel dimuat di Terminal Mojok tanggal 16 Mei 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar